Mendoakan orang lain hukumnya tentu baik dan berpahala. Termasuk juga
mendoakan hal-hal yang baik buat seorang non muslim sekalipun. Misalnya
mendoakan kesembuhannya bila sakit atau bisa terbebas dari kesulitan duniawi
lainnya. Dan yang paling utama adalah mendoakannya agar mendapat hidayah dari
Allah sehingga bisa memeluk Islam.
Tentu doa ini tidak ada kaitannya dengan aqidah, melainkan lebih merupakan
sebuah doa yang bersifat kemanusiaan, di mana sebagai sesama manusia, wajarlah
bila kita saling tolong dengan sesama.
Bahkan sebagai muslim diwajibkan kepada kita untuk melindungi kafir zimmi
segala hal yangmencelakakan mereka. Bahkankalau sampai adapihak umat Islam yang
menyakiti kafir zimmi yang berada dalam perlindungan umat Islam, maka yang
memerangi itu harus diperangi. Maka mendoakan kebaikan duniawi buat mereka
tentu saja merupakan hal yang wajar dan diperbolehkan.
Batas yang tidak boleh adalah memohonkan ampunan bagi orang yang kafir dan
mati dalam kekafirannya. Meski pun yang kafir itu masih saudara kita sendiri.
Dan dalam konteks itulah Allah SWT melarang Nabi Ibrahim mendoakan dan
memintakan ampunan bagi ayahnya yang kafir.
Berkata Ibrahim, Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan
memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.
Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun
bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat,
sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni
neraka jahanam.
Dan permintaan ampun dari Ibrahim untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena
suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas
bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri
dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya
lagi penyantun.
Ungkapan innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’un bukan doa dan sama sekali
tidak bermaksud mendoakan orang yang wafat, melainkan ungkapan zikir biasa yang
dikaitkan dalam konteks bila ada yang wafat. Sedangkan yang wafat itu beragama
apapun, tidaklah menjadi masalah. Sebab makna lafaz dari hanyalah ungkapa bahwa
kita ini semua milik Allah dan kita pasti akan kembali kepadan-Nya. Bahwa
seorang mati dalam keadaan beriman atau tidak beriman, itu urusan
masing-masing.
Selama lafaz itu tidak bermakna doa atau memohonkan ampunan, tentu tidak
terkena larangan. Namun bila diteruskan dengan ungkapan lain, seperti: semoga
arwahnya diterima di sisi tuhan , tentu saja haram hukumnya. Sebab siapapun
yang meninggal bukan sebagai muslim, sudah pasti arwahnya tidak akan diterima
Allah. Tapi bukan gentayangan, melainkan tidak diterima sebagai hamba yang baik,
sebaliknya diterima sebagai hamba yang kafir, ingkar dan sudah pasti 100% masuk
neraka. Dan tanpa kemungkinan untuk diampuni lagi dosanya.
Demikian juga bila harapan kita adalah: Semoga arwahnya tenang di sisi-Nya ,
tentu saja tidak boleh. Sebab dalam pandangan aqidah kita, seorang yang mati
dalam keadaan kafir, arwahnya tidak akan tenang. Sebab mereka harus berhadapan
dengan malaikat azab. Jadi tidak layak kalau dimakamnya ditulis: RIP , yang
benar adalah RIF .
Apa yang kami sampaikan ini bukan berarti kita harus membenci non muslim.
Sama sekali tidak. Namun tema ini adalah bagian dari aqidah seorang muslim,
untuk membedakan bahwa agama Islam itu tidak sama dengan agama lain. Bedanya
jelas, yang muslim kalau mati masuk surga sedangkan yang bukan muslim matinya
pasti masuk neraka. Jadi ungkapan bahwa semua agama itu sama adalah ungkapan
yang sesat dan menyesatkan.
Tetapi kalau kita sampaikan rasa bela sungkawa kepada keluarga yang
ditinggalkan, misalnya dengan ucapan turut berduka cita, seperti yang umumnya
tertulis di karangan bunga, tentu tidak menjadi masalah. Toh, ungkapan ini juga
bukan doa melainkan hanya ungkapan rasa simpati sebagai sesama manusia biasa.
Bahkan kalaupun kita mohon kepada Allah SWT agar keluarga yang ditinggalkan
diberikan ketabahan dan kesabaran, tentu saja tidak mengapa.